Makan Bergizi Gratis: Kebijakan Blunder Prabowo

Oleh: Redaksi |
Sketsa Tri Hartono | Mantan wartawan JPNN & Mantan Pimred Babel Pos
OPINI — Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah janji politik Prabowo saat kampanye. Takut jadi bumerang, janji tersebut dipaksakan untuk dijalankan. Prabowo dilantik pada 24 Oktober 2024, dan MBG dilaksanakan mulai 6 Januari 2025, atau hanya 3 bulan setelah dilantik. 

Well… Bagus. 
Sebagai mantan (?) tentara yang bergerak cepat, menepati janji dan disiplin itu SIKAP UTAMA. 

BUT… 
Gerak cepat tanpa persiapan, perhitungan matang, kajian yang memadai, serta disiplin menepati janji (yang sudah diubah) justru menimbulkan tanda tanya besar. Antara POLITIS dan MANFAAT, sulit dinilai. 

Balik ke laptop… Dari janji sebelumnya 15.000, angka terakhir MBG per porsi diputuskan 10.000. 

Dari angka terakhir (yang cukup minim) tersebut, apa yang akan terjadi? Kendala (musibah?) di sana-sini, PASTI. 

Lho kok? 
Mari kita hitung bersama-sama. Bagaimana ancaman musibah mengintai pelaksanaan MBG serentak secara nasional. 

Pertanyaan pertama: dari angka 10.000, apakah pemenang tender akan menerima utuh? Dari pengalaman, akan sulit diwujudkan. 

Diterima di angka 9.000 saja (menurut penulis) sudah bagus. Bahkan bisa jadi sampai di pemenang tender hanya 8.500 (atau malah kurang?) Kenapa? Karena sistem pemerintahan belum berubah. 

Dari angka itu, sebagai pengusaha (siapapun itu), pasti sudah menghitung ingin mengambil untung berapa. Ambil angka minimal, 500 per porsi. Tinggal 8.500. 

Selanjutnya, harus ada dana cadangan. Ini penting, dan semua pengusaha pasti melakukan. Ambil angka 500. Tinggal 8.000. 

Nah, apakah angka 8.000 ini sudah siap untuk dana MBG per porsi? Nooo… belum. Masih banyak yang harus diperhitungkan. 

Untuk memasak di atas 2.000 porsi, diperlukan peralatan dan tempat memasak yang memadai. Dan dana itu pasti diambil dari dana MBG dari pemerintah. Juga boks tempat makan harus disiapkan. Jadi? 

Dengan jumlah siswa yang dilayani minimal 2.000, setidaknya diperlukan dana 400 juta untuk persiapan awal. Artinya, jika dana persiapan awal dipotong sejak awal selama setahun, setiap porsi akan dipotong lagi 500. Tinggal 7.500 per porsi. Itu pun fasilitas yang disiapkan belum tentu sesuai standar. INGAT: SESUAI STANDAR. 

Cukup? Belum! Masih ada biaya untuk transportasi. Apalagi medan di Pacitan bukan medan yang ramah. Untungnya, karena tidak ada macet, lebih mudah diprediksi. 

Well… Kita berhitung dengan angka per porsi menu 7.500. Angka ini juga belum murni angka untuk menu MBG, sebab di dalamnya masih termasuk biaya tenaga kerja, listrik, gas, dan semua yang berhubungan dengan aspek masak-memasak. 

Apa yang dituliskan di atas baru dari sisi finansial. Dari angka 7.500 (bisa jadi realitasnya jauh di bawah 7.500), kita bisa membayangkan masakan model dan jenis apa yang bisa disediakan. Bisakah memenuhi gizi seperti yang diharapkan? 

Belum lagi aspek kualitas: baik dari kualitas bahan, kualitas kebersihan, dan lain-lain. Menyediakan makanan dalam boks sebanyak 2.000 boks (bisa jadi lebih) bukanlah sesuatu yang mudah. Dengan waktu yang minim, semua serba berisiko, terutama dari kualitas.

Karena itu sangat bisa dimengerti jika banyak kendala dan masalah dalam pelaksanaan MBG di berbagai daerah.

Sebab prinsip utama berbisnis (MBG juga bisnis) adalah mencari untung. Dengan dana minim, pasti bahan² yg dipakai juga bukan yg premium.

Semoga pemerintah lebih bijak dan segera mengevaluasi ulang soal kebijakan MBG sebelum terjadi dampak yg lebih parah.


Penulis : Tri Hartono
Mantan wartawan JPNN
Mantan Pimred Babel Pos
Baca artikel lainnya di BERANDA NGAURIS