![]() |
Cover Buku (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik Pengantar Paling Komprehensif kepada Pemikiran Pierre Bourdieu |
OPINI,— Perkalian antara habitus dengan modal ditambah dengan ranah yang menghasilkan praktik adalah rumusan terbentuknya masyarakat beserta segenap interaksinya oleh Pierre Bordieu seorang sosiolog terkemuka dari Perancis. Rumusan dasar ini dapat dipergunakan untuk melacak tidak saja praktik-praktik sosial namun juga bisa dipergunakan untuk menakar sejauh mana sebuah fenomena“praktik” berlangsung melalui sejumlah variabel yang terdapat dalam rumusan tersebut, karena bagaimanapun bentuknya setiap aktifitas manusia tidak dapat terlepas dari ketiga variabel di atas. Masing-masing variabel (habitus, modal, dan ranah) meskipun sekilas terlihat sebagai sejumlah hal yang berbeda namun sesungguhnya terkait erat dan saling mempengaruhi satu sama lain bahkan seetelah menjadi praktik itu sendiri.
Habitus, Bordieu mendefinisikan habitus sebagai “suatu sistem disposisi yang berlangsung lama dan berubah-ubah (durable, transposable disposition) yang berfungsi sebagai basis generatif bagi praktik-praktik terstruktur dan terpadu secara objektif”, (Bordieu, 1979:vii via Harker). Singkatnya habitus dapat dipahami sebagai seperangkat pola perilaku individu yang berasal dari interaksi dalam ranah sosial tertentu, pola perilaku ini terus berubah seiring dengan perkembangan pola interaksi individu itu sendiri. Habitus “juga mencakup pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang dunia, yang memberikan kontribusi tersendiri pada realitas dunia itu” (Harker, Mahar, dan Wilkes, 2009: 14). Hal inilah yang menjelaskan bagaimana pola perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh interaksi sosialnya sekaligus menjelaskan bagaimana proses pendidikan sebagai interaksi sosial mampu mengubah perilaku individu hingga praktik perilaku sosial itu sendiri yang turut ia strukturkan dan sebaliknya.
Modal, menurut Bordieu terdiri dari beragam jenis mulai dari modal ekonomi, budaya hinga modal simbolik. Modal dapat dipandang sebagi bekal yang menopang praktik interaksi sosial individu satu dengan yang lain. Modal ekonomi dengan mudah dapat dipahami sebagai kepemilikan hal-hal material sedangkan modal budaya terletak pada kepemilikan akan pengetahuan, keterampilan hingga pendidikan. Jika modal budaya berupa seperangkat “aset” yang melekat pada individu maka modal simbolik berupa legitimasi atau pengakuan masyarakat atas seperangkat nilai yang melekat pada diriseseorang. Hal ini menjadi penting karena kelak akan turut menentukan posisi seseorang dalam posisinya saat melakukan interaksi sosial yang sering kali menjadi basis dominasi bagi satu pihak atas pihak lain.
Ranah, jika dua komponen sebelumnya melekat pada individu makasecara sederhana field/ranah dapat dipandang sebagai arena sosial di mana interaksi berlangsung. Ranah memiliki karakteristik dan aturan tersendiri terkait aturan main yang harus dipatuhi oleh agen sosial atau individu dalam pola interaksi di dalamnya. Di dalam ranah inilah modal-modal dimainkan, dipertaruhkan, dipertukarkan melalui berbagai bentuk interaksi berdasarkan habitus masing-masing. Dengan demikian ranah jelas memiliki posisi penting terkait dengan pembentukan habitus dan akumulasi modal sekaligus merupakan area yang juga terus menerus berubah karena sesungguhnya struktur ranah itu sendiri terkait erat dengan habitus agen-agen pembentuknya beserta modal yang bergerak di dalamnya. Ranah sebagai sebuah sistem turut membentuk dan juga sekaligus terbentuk oleh pola perilaku agensi di dalamnya.
Dengan demikian dari rumusan di atas sebuah praktik dapat dipahami sebagai hasil interaksi antar individu sebagi agen sosial beserta habitus dan modal yang menyertainya berdasarkan seperangkat aturan main yang berlaku dalam sebuah ranah. Berjalannya praktik akan sangat tergantung dari habitus dan modal yang menjadi komponen interaksi tersebut, di sini dapat kita lihat bahwa habitus, modal, ranah dan praktik meskipun seolah terdiri dari variabel yang terpisah-pisah namun sesungguhnya merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi tanpa titik akhir, satu sama lain dapat menjadi faktor pembentuk dan penentu perubahan.
Praktik pendidikan sebagai aktivitas sosial
Dari paparan di atas menarik kiranya jika kita gunakan untuk menganalisis bagaimana praktik yang terjadi dalam proses belajar-mengajar yang terjadi dalam ranah pendidikan.
Proses belajar-mengajar dengan komponen guru dan peserta didik yang memiliki habitus masing-masing nantinya akan berpengaruh panjang terhadap keberlangsungan praktik belajar-mengajar itu sendiri. Sikap pola perilaku (habitus) guru dalammengajar tidak saja berjalan secara teknis mekanis namun juga turut dipengaruhi banyak hal mulai dari persoalannya sebagai individu, paradigma berpikir hingga bagaimana struktur ranah dunia pendidikan itu sendiri. Jika diandaikan bahwa pendidikan beserta segenap prosesnya akan membentuk modal seseorang di masa depan, maka sesungguhnya dapat dilihat bahwa habitus yang telah ada selama proses pembelajaran itu akan sangat berpengaruh terhadap hasilnya demikian sebaliknya bahwa modal yang mempengaruhi jalannya pembelajaran itu juga kelak akan membentuk habitus para pelakunya sebagai hasil sebuah proses pembelajaran.
Guru harus menyadari posisinya sebagai agen kunci suksesnya hasil pembelajaran yang dengan demikian modal simbolik yang melekat pada profesinya saja tidak akan cukup jika tidak didukung dengan modal budaya yang memadai, namun yang sering terjadiadalah justru modal-modal simbolik inilah yang lebih dominan muncul dalam praktik-praktik pendidikan yang bisa ditilik dari masih banyak terjadinya praktik pendidikan yang lebih mengutamakan formalitas dengan berbagai sebab. Sampai di sini pada akhirnyapeserta didiklah (yang dalam hal ini cenderung memiliki posisi modal simbolik yang tersubordinasi oleh posisi guru) yang paling menerima dampak negatif dari pedidikan semacam ini yang tentunya akan berpengaruh panjang terhadap perkembangannya baik dari sisi pembentukan habitus maupun akumulasi modalnya sebagai bekal pada interaksi selanjutnya kelak di masa mendatang.
Praktik semacam ini kemudian bisa kita analisis dengan mudah terjadibisa disebabkan oleh habitus pelakunya, minimnya modal atau justrubisa jadi berasal dari karakteristik ranah pendidikan itu sendiri yang memungkinkan terjadinya praktik yang demikian.
(Habitus x Modal)…satu hal yang menarik yang juga bisa kiranya kita jadikan jalan keluar adalah melihat bagaimana rumusan Bordieu menempatkan habitus dan modal dalam tanda kurung. Sebagaimana dalam kaidah matematika yang berlaku universal maka kedua komponen itulah yang mendapatkan prioritas utama untuk mula-mula diselesaikan tentunya tanpa menafikan ranah dan praktiknya karena seperti uraian di atas semua variabelnya saling berkaitan erat satu sama lain. Habitus dan modal yang dalam hal ini berbicara dari posisi guru (dalam tataran interaksi terkecil semisal pembelajaran di kelas) hendaknya mendapatkan penekanan dan perhatian lebih sebagai upaya menciptakan praktik pendidikan yang lebih baik yang tentunya akan berdampak kepada perbaikan ranah pendidikan itu sendiri, modal simbolik jabatan dan profesi pada kenyataannya tidak bermakna apapun selama tidak diimbangi dengan modal budaya yang dalam hal ini bermakna pengetahuan yang cukupuntuk menjalankan praktik yang ideal, sedangkan untuk modal ekonomi di sini tidak dibicarakan banyak namun bisa disinggung sekilas bagaimana posisi peserta didik yang dalam hal ini menanggung beban modal ekonomi paling tinggi sebagai (katakanlah) investasi akumulasi modal justru menerima dampak yang sering kali merugikan juga hendaknya mendapatkan perhatian.
Penulis : Dhidik Danardhono
Sumber bacaan:
• Richard Harker dkk (2009). (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik. Pengantar Paling Komprehensif kepada Pemikiran Pierre Bordieu. Yogyakarta: Jalasutra.
• David Chaney (2009). Lifestyles, Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.