Soal Polemik RPJMD Pacitan, Saptono: “DPR Bersuara Dianggap Langgar Tatib, Iku Cara Berfikir Pripun?”

Oleh: Redaksi |
Saptono Calon Ketua Golkar Pacitan Nyeruput Kopi Usai Kalah Catur
NGAURIS.COM, PACITAN – Ramainya polemik kritik terhadap RPJMD Kabupaten Pacitan 2025–2029 tak berhenti di ruang paripurna atau dalam berita resmi. Setelah pernyataan Handoyo Aji dikritik oleh sesama legislator dan dituding sebagai “pansos”, reaksi netizen lokal pun tak kalah pedas dan taktis.

Dalam salah satu grup WhatsApp lokal (yang redaksi ngauris sensor demi keamanan umat), seorang anggota bernama Saptono nyeletuk dengan nada sarkastik, “Anggota DPR bersuara dianggap melanggar tatib iku cara berfikir pripun ngih?” celetuknya.

Ungkapan ini sontak menyulut gelak sekaligus permenungan di kolom balasan. Sebab, bagaimana bisa seorang wakil rakyat yang menjalankan fungsi kontrol dan menyuarakan kritik justru dianggap “tidak tahu aturan”?

Tak cukup menyentil soal hak bersuara, Saptono juga kembali menyenggol isu lain yang tak kalah menarik yakni pembangunan kantor baru Inspektorat Daerah. Menurutnya, ini menjadi ironi yang nyata ketika pembangunan infrastruktur dasar untuk rakyat tidak dianggap prioritas, tapi proyek kantor tetap jalan terus seperti tidak ada krisis logika.

“Ketika infrastruktur tidak jadi prioritas, kenapa pembangunan kantor Inspektorat kok ngeyel AREP dibangun,” tulisnya, dengan aksen khas Pacitan yang menyampaikan rasa jengkel nasionalis.

Kalimat itu seperti menggugat akal sehat penggunaan anggaran. Di tengah perdebatan tentang pentingnya jalan desa, jembatan hidup rakyat, dan akses ekonomi warga, pembangunan kantor Inspektorat yang konon megah justru tetap melaju.

Belum ada penjelasan resmi dari pihak pemerintah daerah soal prioritas ini, namun warga sudah terlanjur mempertanyakan: Apakah infrastruktur yang dimaksud hanya gedung-gedung? Apakah jalan yang rusak harus daftar antrean renovasi ke Inspektorat dulu? Yo ndak tau kok tanya saya.

Tak berhenti di situ, komentar lain datang dari penghuni WAG yang sama, Nano, menyentil bahwa keberanian untuk menyuarakan kebenaran memang tak selalu mudah, apalagi jika ancaman partai masih membayang.

“JK TDK tercantum dlm tatib harus berani teriak kebenaran, JK takut di recall partainya, ya pikir2 dulu,” tulis Nano dalam nada sindiran halus yang cukup dalam.

Komentar ini mengangkat dilema klasik legislator, antara tunduk pada garis partai, atau berdiri membela kepentingan rakyat. Dalam ruang demokrasi lokal yang kadang terasa sempit, suara kritis justru bisa dianggap “melawan arus”. Innalillah (red)
Baca artikel lainnya di BERANDA NGAURIS