Pinjaman Fiktif, Tanda Tangan Misterius, dan Debitur dari Alam Kubur

Oleh: Redaksi |
https://kediritangguh.co
Drama perbankan kembali tayang, kali ini lokasinya di BRI Unit Pesantren, Kota Kediri. Dugaan kredit fiktif yang awalnya terdengar seperti cerita kamar sebelah, kini resmi naik level. Kejaksaan Negeri Kota Kediri dengan mantap mengumumkan bahwa kasus ini masuk tahap penyidikan. Bukan cuma iseng periksa-periksa, tapi sudah nemu indikasi kuat kalau ada yang bermain-main di jalur melawan hukum.

Kasi Pidsus Kejari Kota Kediri, Nurngali, buka suara. Katanya, keputusan naik penyidikan ini diambil setelah serangkaian tanya-jawab dengan pihak bank (yang dalam hal ini bukan customer service) dan pihak eksternal yang diduga ikut nimbrung dalam proses pengajuan dan pencairan kredit. Fokus penyidik sekarang adalah mengurai benang merah dugaan manipulasi data, pelanggaran prosedur, hingga potensi adanya kongkalikong, atau istilah resminya: kerja sama tak halal, antara debitur dan oknum petugas bank.

“Laporan sudah masuk sekitar tiga bulan lalu. Kini kami masuk tahap penyidikan karena ada indikasi kuat terjadi perbuatan melawan hukum. Kami masih mendalami semua kemungkinan, termasuk apakah ada pemalsuan dokumen atau penyalahgunaan wewenang,” ujarnya, Selasa (10/6).

Masih belum ada hitung-hitungan resmi soal kerugian bank (apalagi negara), tapi Kejari bilang penyidikan terus berputar seperti roda taksi malam. Bukti-bukti baru masuk, dan kasus ini makin gurih untuk ditelusuri.

Sementara itu, LSM Aliansi Masyarakat Indonesia Bersatu yang dari awal ikut pasang badan dalam kasus ini, juga ikut menyumbang kejutan. Revi Pandega, salah satu juru bicara dari pihak pelapor, menyebut mereka bakal menyerahkan bukti tambahan ke Kejari. Dan ini bukan bukti kaleng-kaleng.

“Beberapa warga mengaku namanya digunakan untuk pengajuan kredit tanpa sepengetahuan mereka. Bahkan ada yang mengira dana itu adalah bantuan sosial, padahal sebenarnya pinjaman berbunga yang sudah berjalan dua tahun,” ungkap Revi.

Jadi, bayangkan: Anda pikir dapat bansos, ternyata malah punya cicilan. Bonus bunga pula. Tapi yang paling bikin merinding: ada pengajuan kredit sebesar Rp400 juta atas nama seseorang yang… sudah meninggal dunia lebih dari sepuluh tahun lalu. Kalau ini sinetron, pasti judulnya “Pinjaman dari Alam Kubur”.

“Ini bukan lagi kelalaian. Jika terbukti, ini adalah kejahatan terorganisir dalam sistem perbankan yang seharusnya mengedepankan integritas,” tegas Revi.

Para korban, termasuk ahli waris dan nama-nama yang dicatut, sekarang mulai menyiapkan langkah hukum. Tidak sendiri, mereka didampingi kuasa hukum, karena ngadepin kasus beginian jelas nggak cukup cuma bawa fotokopi KTP.

Dari Kejaksaan, janji sudah diucapkan: kasus ini bakal dituntaskan sampai ke akar-akarnya. Tanpa pandang bulu, meskipun yang bersalah pakai jas rapi atau ID card bertali emas.

Pihak BRI pun tak tinggal diam. Adri Wiryawan Hasan, Pimpinan BRI Cabang Kediri, menyatakan pihaknya hormat dan santun pada proses hukum. Mereka juga buka komunikasi dengan OJK dan membuka ruang mediasi.

“Kami tengah melakukan penelusuran internal. Jika ditemukan pelanggaran, akan kami tindak sesuai aturan dan hukum yang berlaku. BRI menjunjung tinggi prinsip tata kelola yang baik dan tidak memberi toleransi terhadap praktik fraud,” tegasnya dalam keterangan resmi.

Kasus ini jelas bukan cuma nyubit reputasi bank, tapi bisa jadi tinju ke wajah sistem perbankan nasional. Di saat pemerintah sibuk dorong UMKM lewat program Kredit Usaha Rakyat (KUR), eh, malah muncul kisah seperti ini yang bikin publik mikir ulang soal kepercayaan.

Yang sekarang ditunggu publik adalah: seberapa serius aparat dan lembaga terkait menggulung kasus ini sampai benar-benar bersih. Jangan sampai benang kusut ini cuma dipotong, bukan diurai. (red)
Baca artikel lainnya di BERANDA NGAURIS