Puting Laki-Laki: Misteri Evolusi atau Estetika Tuhan?

Oleh: Redaksi |
Ilustrasi Apa Fungsi Puting Laki-Laki? | Ngauris
Kita hidup dalam tubuh yang penuh misteri. Ada bagian-bagian yang kita tahu fungsinya, ada yang kita duga-duga, dan ada juga yang bikin kita bertanya: “Kenapa ini ada, tapi nggak dipakai?” Salah satu bagian yang sering mengundang tanya adalah: puting laki-laki.

Kenapa laki-laki punya puting? Apakah ini sekadar bonus desain? Atau ada makna yang lebih dalam dari sepasang titik kecil yang tenang tapi penuh potensi ini? 


Evolusi: Semua Manusia Dilahirkan Setara (Awalnya)

Mari kita mulai dari sains. Pada minggu-minggu awal kehamilan, embrio belum “memutuskan” jenis kelaminnya. Dan pada fase itu, struktur puting sudah terbentuk. Baru setelahnya hormon seks (testosteron atau estrogen) mulai mengarahkan perkembangan alat kelamin dan kelenjar susu. Jadi singkatnya, puting laki-laki itu warisan desain dari masa embrio.

Dalam fase awal perkembangan embrio, semua manusia adalah netral. Artinya kita semua mulai dari “template yang sama”, baik yang nantinya akan jadi laki-laki atau perempuan.

Dan dalam template itu, puting sudah terbentuk sebelum jenis kelamin diputuskan. Jadi, bisa dibilang: semua manusia diberi kesempatan punya puting, tapi hanya sebagian yang diberikan fungsinya. Ini seperti Tuhan bilang: “Semua Aku beri fitur yang sama, tapi nanti tergantung update hormon kalian.” 


Fungsi? Ya… Nggak Ada. Tapi Tetap Ada

Secara biologis, puting laki-laki tidak berfungsi untuk menyusui. Tapi bukan berarti nggak ada gunanya sama sekali. Dalam kondisi medis tertentu, puting bisa memberi sinyal, misalnya dalam kasus gangguan hormon atau kanker payudara pada laki-laki.

Dalam beberapa kajian gender, puting laki-laki justru jadi bukti betapa tubuh kita itu dibentuk bukan sekadar untuk fungsi praktis, tapi juga sejarah perkembangan bersama. Dan, dalam dunia seni tubuh, puting adalah penanda estetika, simbol kesetaraan bentuk, dan kadang, tempat piercing.

Jadi meski nggak fungsional seperti pada perempuan, puting laki-laki tetap eksis, mungkin bukan karena kegunaannya, tapi karena evolusi nggak doyan kerja ulang desain. 


Tafsir Teologis: Tuhan Tidak Gampang Menghapus

Bayangkan jika Tuhan menciptakan tubuh manusia dengan sistem hapus fitur yang tidak terpakai. Mungkin manusia akan tampil seperti makhluk minimalis, fungsional, tapi kehilangan puisi. Tapi justru dengan puting, Tuhan seolah berkata: “Tidak semua yang ada harus berguna. Ada hal-hal yang sekadar hadir, dan itu cukup.”

Puting laki-laki mengajarkan kita pelajaran eksistensial tentang penerimaan. Bahwa tidak semua dalam hidup harus punya alasan praktis. Ada hal-hal yang ada hanya karena kita pernah mungkin menjadi sesuatu yang lain. 


Simbol Potensi yang Tidak (jarang) Dipakai

Puting laki-laki adalah monumen kecil dari potensi yang tidak jadi. Tapi bukankah hidup juga begitu? Kita semua punya cita-cita yang tak tercapai, kemampuan yang tak diasah, cinta yang tak diungkapkan. Dan semua itu tetap tinggal dalam diri kita, membentuk siapa kita, meski tak pernah dipakai. Mungkin puting laki-laki adalah metafora dari itu semua: kepingan kemungkinan, bagian dari narasi tubuh, tanda bahwa kita pernah (atau bisa saja) menjadi lebih dari yang sekarang.

Jadi, apa fungsi puting laki-laki? Fungsinya mungkin bukan untuk menyusui. Tapi sebagai bahan renungan, pengingat akan kesetaraan asal-usul, dan bukti bahwa tubuh tidak selalu soal logika, tapi juga soal estetika dan eksistensialisme. Karena kalau hidup hanya soal fungsi, mungkin kita semua sudah jadi mesin, bukan manusia.
Baca artikel lainnya di BERANDA NGAURIS