Jangan Cuma Preman Berkedok Ormas yang Disikat, Preman Politik dan Spiritual Juga Bermasalah

Oleh: Redaksi |

Freepict

Baru-baru ini kita dikejutkan dengan gebrakan pemerintah yang membentuk Satuan Tugas (Satgas) Premanisme. Ini seperti nonton film aksi, semuanya seru, penuh drama, dan ada yang jatuh-jatuhan. Tapi kalau kita hanya melihat premanisme dari satu sisi, misalnya preman dengan baju ormas yang suka bikin rusuh, kayaknya kita sedang memerangi setengah dari masalah yang lebih besar. Sudah saatnya kita melihat premanisme dari berbagai sudut pandang, karena ternyata preman itu banyak jenisnya. Ada preman politik, ada preman spiritual, dan bahkan mungkin ada preman yang baru diciptakan dalam rapat kabinet.

Mari kita mulai dengan preman politik. Mereka ini lebih licik daripada preman pasar, karena mereka memakai jas dan dasi. Ciri-cirinya? Mereka lebih sering muncul di TV daripada di jalanan. Mereka tidak memalak uang, tapi memalak suara. Mereka tidak butuh pungli di pasar, tapi butuh pungli di parlemen. Mereka mengaku mewakili rakyat, tapi kalau rakyatnya protes, mereka sebut itu “pelanggaran etika”. Preman politik ini bukan cuma urusan “main fisik”, mereka lebih suka main framing. Ketika dikritik, mereka justru balik memfitnah, entah itu dengan laporan ke polisi atau dengan memainkan sentimen agama. Apakah satgas premanisme juga akan menyingkirkan mereka? Jangan-jangan mereka malah bagian dari kabinet yang mengawasi satgas itu.

Sekarang, kita beralih ke preman spiritual. Ini jenis preman yang mungkin lebih halus, tapi efeknya nggak kalah mengerikan. Mereka bukan pakai pentungan, tapi pakai “doa” dan “dalil”. Ini adalah preman yang menawarkan keselamatan dengan syarat tertentu, yaitu kamu harus bayar dulu. Doa mereka bukan gratis, bisa disesuaikan dengan budget. Mereka juga punya cara untuk membuat orang merasa bersalah tanpa alasan yang jelas. Kalau kamu nggak sependapat, mereka dengan senang hati menyebutmu “sesat”. Preman spiritual ini tahu betul cara menggerakkan massa, bukan dengan kekerasan, tapi dengan rasa takut. Mereka menjual surga, tapi dengan harga yang bisa bikin dompet kosong dan hati gelisah.

Mungkin kita perlu membentuk satgas khusus untuk kedua jenis preman ini. Satgas Preman Politik yang tugasnya bukan cuma menyikat ormas, tapi juga politisi yang suka bermain dengan ketakutan dan kebohongan. Lalu Satgas Preman Spiritual, yang tugasnya bukan sekadar membersihkan orang-orang yang “berpura-pura suci”, tapi juga mengawasi mereka yang menjual “kedekatan dengan Tuhan” hanya untuk melancarkan agenda pribadi.

Karena premanisme bukan cuma soal celurit dan intimidasi di jalan. Kadang, premanisme itu lebih canggih: dia bisa datang dengan senyum manis, pakai jas atau gamis, dan mengaku “mewakili kebenaran”. Kalau Satgas Premanisme cuma fokus sama preman yang terang-terangan, kita akan selalu tertipu. Jangan-jangan, yang benar-benar kita perlukan bukan satgas, tapi kesadaran kolektif untuk membedakan mana yang benar-benar memperjuangkan rakyat, dan mana yang cuma memanfaatkan rakyat demi kepentingan pribadi.

Jadi, jangan cuma preman berkedok ormas yang disikat, ya! Jangan lupa, ada banyak jenis preman yang lebih licik dan sulit dikenali. Jika kita mau membangun negeri ini, kita harus berani menanggapi segala bentuk premanisme, baik itu yang kasar maupun yang halus, dengan cara yang lebih cerdas dan tegas.

Baca artikel lainnya di BERANDA NGAURIS