![]() |
Agus Jabo Wamensos | Wikipedia |
“Kita sedang membuat model untuk pemberdayaan masyarakat supaya mereka mandiri. Tidak terus-menerus tergantung sama bansos dan program PKH,” katanya. Padahal yang bikin rakyat ketergantungan juga siapa? haha.
Niatnya sih mulia, ya. Tapi mari kita skeptis sebentar, biar hidup terasa lebih nyata. Pertanyaannya: mandiri dari apa dulu nih? Dari bantuan sosial atau dari sistem yang bikin orang terus balik ke titik nol?
Agus ngomong di depan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Semarang, tempat yang pas buat ngomongin harapan, karena mahasiswa adalah makhluk paling sering ditipu janji: janji dosen, janji negara, janji mantan. Katanya, sekitar 3,17 juta rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan ekstrem, dan itu mau diselesaikan dua tahun lagi. Keren, ya. Tapi kayaknya lebih gampang nyelesain skripsi sambil ngurus negara daripada beneran nol-in angka itu.
Sekarang, bansos mau diubah jadi program pemberdayaan. Model percontohannya katanya udah dimulai di 9 desa. Tapi kita semua tahu, yang namanya pilot project itu seringkali kayak film indie: bagus di festival, tapi nggak pernah tayang di bioskop.
Agus juga bilang, “Yang mau usaha, kita kasih unit usaha. Yang mau kerja, kita kasih lapangan pekerjaan.” Kedengarannya kayak sinetron motivasi. Tapi kita tahu, di dunia nyata, lapangan pekerjaan itu kayak lapangan bola, penuh aturan, penuh saingan, dan yang bisa masuk cuma yang punya jersey. Atau kenalan.
Yang menarik, Agus juga sempet buka kartu tentang standar kemiskinan. Ternyata, versi Indonesia itu: miskin ekstrem kalau pengeluaran per bulan per orang cuma 400 ribu, dan “miskin biasa” itu 600 ribu. Jadi kalau kamu cuma punya 500 ribu sebulan, kamu itu apa? “miskin ekstrim biasa”?
Terus, data kemiskinan dibagi ke desil. Iya, desil. Itu kayak kuota neraka: kamu masuk desil 1 kalau hidupmu udah kayak game survival. Bedanya, di game kamu bisa respawn. Di dunia nyata? Ya, paling banter dikasih bantuan beras, terus disuruh dagang pake modal Rp 200 ribu.
Kendati demikian…. anjay, biar kayak media beneran. Intinya, Niat pemerintah buat bikin rakyat mandiri itu MUNGKIN (pakai nada teriak) bagus. Tapi kemandirian bukan cuma soal usaha dan kerja. Itu soal struktur. Jangan sampai rakyat disuruh mandiri, tapi negaranya masih hobi cawe-cawe buat urusan yang nggak relevan. Dan bansos? Ya jangan kayak mantan posesif, muncul terus di tiap pemilu, lalu hilang setelahnya. (red)
Niatnya sih mulia, ya. Tapi mari kita skeptis sebentar, biar hidup terasa lebih nyata. Pertanyaannya: mandiri dari apa dulu nih? Dari bantuan sosial atau dari sistem yang bikin orang terus balik ke titik nol?
Agus ngomong di depan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Semarang, tempat yang pas buat ngomongin harapan, karena mahasiswa adalah makhluk paling sering ditipu janji: janji dosen, janji negara, janji mantan. Katanya, sekitar 3,17 juta rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan ekstrem, dan itu mau diselesaikan dua tahun lagi. Keren, ya. Tapi kayaknya lebih gampang nyelesain skripsi sambil ngurus negara daripada beneran nol-in angka itu.
Sekarang, bansos mau diubah jadi program pemberdayaan. Model percontohannya katanya udah dimulai di 9 desa. Tapi kita semua tahu, yang namanya pilot project itu seringkali kayak film indie: bagus di festival, tapi nggak pernah tayang di bioskop.
Agus juga bilang, “Yang mau usaha, kita kasih unit usaha. Yang mau kerja, kita kasih lapangan pekerjaan.” Kedengarannya kayak sinetron motivasi. Tapi kita tahu, di dunia nyata, lapangan pekerjaan itu kayak lapangan bola, penuh aturan, penuh saingan, dan yang bisa masuk cuma yang punya jersey. Atau kenalan.
Yang menarik, Agus juga sempet buka kartu tentang standar kemiskinan. Ternyata, versi Indonesia itu: miskin ekstrem kalau pengeluaran per bulan per orang cuma 400 ribu, dan “miskin biasa” itu 600 ribu. Jadi kalau kamu cuma punya 500 ribu sebulan, kamu itu apa? “miskin ekstrim biasa”?
Terus, data kemiskinan dibagi ke desil. Iya, desil. Itu kayak kuota neraka: kamu masuk desil 1 kalau hidupmu udah kayak game survival. Bedanya, di game kamu bisa respawn. Di dunia nyata? Ya, paling banter dikasih bantuan beras, terus disuruh dagang pake modal Rp 200 ribu.
Kendati demikian…. anjay, biar kayak media beneran. Intinya, Niat pemerintah buat bikin rakyat mandiri itu MUNGKIN (pakai nada teriak) bagus. Tapi kemandirian bukan cuma soal usaha dan kerja. Itu soal struktur. Jangan sampai rakyat disuruh mandiri, tapi negaranya masih hobi cawe-cawe buat urusan yang nggak relevan. Dan bansos? Ya jangan kayak mantan posesif, muncul terus di tiap pemilu, lalu hilang setelahnya. (red)