Dana Bancakan Hasil Cukai Hasil Tembakau

Oleh: Redaksi |

Konon katanya, DBHCHT adalah bentuk kasih sayang negara kepada petani tembakau dan buruh rokok. Sebentuk dana pelipur lara dari hasil asap yang dipajaki, agar mereka yang setiap hari menghirup debu ladang dan mengunyah getir harga panen, bisa sedikit tersenyum karena katanya ada yang “dibagi hasilnya.” Tapi seperti cinta yang datang dari mantan, DBHCHT ini seringnya manis di awal, getir di ujung, dan banyak janji tanpa bukti.

Di atas kertas, dana ini adalah berkah. Tapi realitanya, ia sering menjelma jadi semacam sayembara proyek, siapa yang paling cepat bikin proposal, dia yang paling dulu dapat kue. Judulnya bisa macam-macam, pelatihan petani, penguatan kapasitas, sosialisasi, peningkatan kualitas, sampai pemberdayaan yang tak jelas memberdayakan siapa. Kadang yang dilatih bukan petani, tapi perangkat desa yang diundang karena bisa datang cepat dan pulang tepat.

Lucunya, kegiatan bertema “Diversifikasi Produk Tembakau” bisa berakhir jadi pelatihan membuat brownies kukus. Entah karena dianggap tembakau bisa dikukus juga, atau karena instruktur pelatihnya baru pindah dari program PKK. Yang penting ada foto, ada spanduk, dan ada laporan pertanggungjawaban yang rapi.

Di sisi lain, ada juga belanja-belanja mistis, masker ratusan ribu biji dibagikan untuk kampanye anti rokok ilegal, padahal warga lebih sibuk cari makan daripada baca tulisan di masker. Spanduk peringatan bahaya rokok ilegal dipasang di pinggir sawah atau tembok sekolah dasar, seolah anak-anak SD adalah pelaku utama penyelundupan rokok tanpa pita cukai.

Ada juga alokasi untuk penegakan hukum, katanya buat merazia rokok ilegal. Tapi razianya kadang lebih mirip jalan-jalan. Petugas datang, ngobrol sebentar, foto, lalu pulang. Laporan dibuat, bensin diganti, konsumsi dicatat. Yang penting ada bukti kegiatan. Soal hasil? Nanti dulu, yang penting sudah kerja.

Sementara itu, petani tembakau tetap menggantungkan harapannya pada langit dan tengkulak. Mereka yang katanya jadi sasaran utama program ini, seringkali tidak pernah diajak bicara. Tidak pernah diajak rapat. Tidak pernah ditanya butuh apa. Yang mereka tahu, setiap musim panen harga tetap ditekan, dan setiap musim kemarau pemerintah sibuk pasang baliho soal “peningkatan kesejahteraan.”

Begitulah, DBHCHT adalah kisah klasik tentang dana yang lahir dari asap, dan menguap tanpa jejak. Asal ada dokumentasi, anggaran aman. Dan para pejabat bisa tidur nyenyak, karena merasa telah menyejahterakan rakyat lewat anggaran yang tak pernah benar-benar menyentuh rakyat.
Baca artikel lainnya di BERANDA NGAURIS