Republik Absurdistan: Episode Gibran Dimakzulkan

Oleh: Redaksi |
Republik Absurdistan: Episode Gibran Dimakzulkan
Negara ini memang penuh bakat. Kalau dunia punya Marvel Cinematic Universe, kita punya Majelis Cinta Tanah Air Universe, isinya para jenderal purnawirawan, presiden aktif, mantan presiden, wakil presiden karbitan, dan rakyat yang makin hari makin jenius dalam membaca sandiwara.

Jadi ceritanya, para purnawirawan TNI, yang dulunya pegang senjata, sekarang pegang surat tuntutan, mengusulkan pemakzulan Gibran. Wakil presiden yang bahkan belum sempat benar-benar duduk, sudah diminta berdiri dan pulang. Tuntutan mereka dibawa langsung oleh Jenderal Wiranto, si juru bicara angkatan veteran, ke Presiden terpilih Prabowo. Ini mirip banget kayak adegan Game of Thrones, waktu Jon Snow disuruh pilih antara keluarga atau kerajaan.

Yang lucu (atau tragis?) adalah: tuntutan ini bukan mendadak kayak kuis dadakan. Mereka sudah bahas dari 2024, saat Gibran udah “lolos” jadi wapres tapi Pakde-nya masih pegang remote kekuasaan. Jadi, ini konspirasi atau cuma obrolan pensiun yang kebablasan?

Prabowo pun dalam posisi sulit. Di satu sisi, dia anak manis yang selalu bilang “iya, Pak” ke Jokowi, yang udah bantu dia naik ke tahta. Tapi di sisi lain, dia juga anak kesayangan para senior TNI, yang mulai risih melihat dinasti politik makin telanjang. Dan ketika tuntutan pemakzulan makin ramai, Prabowo malah nunjuk Jokowi mewakili Indonesia dalam pemakaman Paus Fransiskus. Simbolik banget, kayak bilang: “Tenang, aku masih anakmu, sementara.”

Sementara elite bingung mau jadi siapa dan berdiri di kubu mana, kita rakyat diminta nonton dan mikir keras: siapa sebenarnya yang mengatur jalan cerita ini? Prabowo? Jokowi? Atau Tuhan yang sedang menguji kesabaran rakyat +62?

Yang jelas, pemakzulan Gibran, secara teori konstitusi, memang mungkin. Tapi kalau dilakukan, jangan-jangan malah bikin jalan tol menuju restorasi Orde Baru. Balik ke UUD 1945 versi orisinil, bubar MK, presiden dipilih MPR, dan rakyat disuruh mingkem sambil nyanyi “Garuda Pancasila” tiap pagi. Terus, militer masuk ke semua sektor, dari pertanian sampai stand up comedy.

Dan lucunya lagi, Prabowo udah teriak “keberlanjutan!” sejak awal. Kalau pun ada yang harus dimakzulkan, kenapa nggak pas Jokowi sodorin anaknya dulu? Kenapa nggak saat MK direkayasa jadi panggung sulap keluarga? Kok malah sekarang, saat nasi udah jadi tumpeng politik?

Tapi ya sudahlah. Negara ini memang terbiasa dengan skenario absurd. Kalau kata Sartre, “hell is other people”. Kalau kata rakyat Indonesia: “hell is ketika jenderal dan politisi rebutan mic, kita yang disuruh tepuk tangan.”

Welcome to the multiverse of Indonesian politics. Next episode: siapa yang bakal diminta mundur selanjutnya?
Baca artikel lainnya di BERANDA NGAURIS