Rapat Dinas di Luar Kota – Pemborosan Berkedok ‘Kepentingan Serius’

Oleh: Redaksi |
Ilustrasi - Rapat Dinas di Luar Kota – Pemborosan Berkedok ‘Kepentingan Serius’
Dalam dunia birokrasi modern, ada satu ajaran suci yang diwariskan turun-temurun: kalau ingin jadi serius, harus jauh dari kantor. Kantor dianggap terlalu penuh dosa, bising, banyak godaan kerja, dan tidak cocok untuk merenung. Maka para pemegang keputusan yang bijaksana memilih untuk rapat di luar kota. Di tempat yang berangin sepoi-sepoi, suasana syahdu, dan kadang-kadang hotelnya punya kolam renang infinity. 

Konon katanya demi “peningkatan kapasitas”. Tapi entah kapasitas apa yang dimaksud, kapasitas berpikir atau kapasitas perut sarapan buffet? Yang jelas, setiap peserta dijanjikan suasana baru, yang katanya bisa meningkatkan fokus. Karena seperti kata pepatah: manusia tidak bisa berpikir jernih kalau tidak disuguhi view pegunungan atau senja dari balkon hotel bintang empat.

Anggaran Bukan Uang, Itu Filsafat

Uang rakyat itu ibarat konsep dalam metafisika: ada, tapi tak kasatmata. Dan dalam tafsir postmodern birokrasi, menghabiskannya dengan cara elegan, seperti pelatihan luar kota, adalah bentuk tertinggi dari peradaban. Karena apa gunanya anggaran kalau tidak digelontorkan di tempat yang Instagramable?

Masalahnya bukan di uangnya. Tapi di kenapa harus selalu pergi jauh untuk kegiatan yang bisa dilakukan di ruang serbaguna kantor sebelah ruang TU. Mungkin memang ada lompatan kuantum dalam proses belajar ketika peserta menginap dua malam di hotel, terutama kalau ada coffee break tiga kali sehari.

Waktu Itu Relatif, Tapi Perjalanan Tetap Macet

Waktu adalah ilusi, kata Einstein. Maka tak masalah jika sehari habis untuk perjalanan. Yang penting, niatnya belajar. Walau sesampainya di lokasi, energi habis bukan untuk menyerap materi, tapi untuk mencari kopi sachet karena hotel terlalu fancy.

Tapi tenang. Esensi dari kegiatan bukan di ruang diskusinya, tapi di makan malamnya. Di sinilah keakraban dibangun, kapasitas dibesarkan, dan, siapa tahu, mutu kebijakan bisa mengalir lewat karaoke dan tukar nomor WA.

Alternatif? Terlalu Murah, Kurang Sakral

Kenapa tidak pelatihan online? Kenapa tidak diadakan di kota sendiri? Jawabannya jelas: terlalu masuk akal. Dan dalam dunia yang absurd ini, masuk akal itu membosankan. Kalau bisa ribet, kenapa sederhana? Kalau bisa mahal, kenapa hemat?

Maka setiap tahun, rombongan orang-orang penting akan terus bergerak dari kota ke kota, membawa map, mencatat absensi, dan berswafoto dengan latar banner yang panjangnya setengah dinding. Hasilnya? Sebuah laporan kegiatan dan foto-foto yang bisa dipakai buat LPJ.

Penutup yang Tak Serius-Serius Amat

Peningkatan kapasitas itu penting. Tapi yang lebih penting lagi: jangan sampai kapasitas berpikir dikalahkan oleh kapasitas makan prasmanan. Dan kalau memang rapat atau pelatihan harus dilakukan jauh dari kantor, semoga yang ikut pulang tidak cuma bawa oleh-oleh, tapi juga ide, meskipun cuma satu dua. Tapi ya sudahlah. Setidaknya, ekonomi hotel dan travel agency masih hidup.

Karena di negeri ini, kadang efisiensi kalah oleh euforia. Dan birokrasi, seperti cinta, kadang butuh liburan juga.
Baca artikel lainnya di BERANDA NGAURIS