![]() |
Ilustrasi - Nikmati Makananmu, Kunyahlah dengan Damai |
Duduk di kafe. Lampu temaram. Musik indie mengalun pelan. Pelayan senyum tipis. Lalu datanglah dentuman: “KRAK CLAK KRAK CLAK”, bukan dari speaker, tapi dari mulut manusia yang sedang mengunyah camilan atau makanan berat seperti sedang demo suara Dolby Surround.
Inilah saat kita sadar bahwa di dunia ini, ada dua jenis kebisingan: yang disengaja, dan yang berasal dari orang yang lupa kalau dia bukan satu-satunya makhluk hidup di bumi ini.
Makan Itu Hak, Tapi Jangan Sampai Jadi Teror
Tidak ada yang melarang orang menikmati makanan. Bahkan, orang yang makan dengan lahap itu indah, kalau dilihat, bukan didengar. Tapi ketika kunyahan berubah jadi soundtrack film horor, saatnya pertanyakan: ini makan atau pertunjukan suara rahang?Dan biasanya, yang makannya berbunyi paling keras adalah yang makannya paling biasa: gorengan, mi instan, atau nasi pecel. Makanan sederhana, tapi suara pengunyahnya menggetarkan tulang ekor. Kadang, satu orang bisa mengalahkan satu band akustik yang sedang tampil.
Antara Hasrat dan Kesadaran
Mungkin ini semua berangkat dari hasrat purba manusia untuk menandai wilayah. Dulu nenek moyang kita makan sambil menggeram biar singa nggak berani ngambil dagingnya. Tapi sekarang, kita makan di tempat ber-AC, di antara manusia yang hanya ingin ngobrol tanpa harus pakai subtitle karena terganggu suara mulutmu.Jadi, kapan terakhir kali kita bertanya: “Apakah suara kunyahanku sudah melewati batas kemanusiaan?” Kalau belum pernah, mungkin saatnya.
Mulut Itu Jalan Masuk Rezeki, Bukan Panggung Dangdut
Kunyahan memang bagian dari proses alami tubuh, tapi kalau terlalu keras, dia berubah jadi bencana budaya. Kita sering bicara soal sopan santun, adab, dan etika. Tapi adab makan di ruang publik sering kali terabaikan, dianggap remeh, padahal dampaknya nyata: dari hilangnya selera makan orang lain sampai rusaknya momen romantis orang yang baru jadian.Bayangkan: pasangan di meja sebelah lagi PDKT, mau ngobrol pelan-pelan. Tapi terhalang sama suara kamu yang kayak lagi nyoba menghancurkan tulang dinosaurus. Itu bukan sekadar makan. Itu sabotase hubungan.
Makanlah dengan Sadar, Kunyahlah dengan Damai
Toilet bisa mencerminkan peradaban, tapi suara makan bisa menunjukkan kadar kesadaran. Dunia ini sudah cukup bising. Kalau mulut bisa menambah suara, sebaiknya itu suara yang menyenangkan, bukan kraak-kraak, claak clok claak clok yang bikin meja sebelah pengen meditasi pakai headset noise-cancelling.Mari makan dengan tenang. Jangan sampai makanan enak berubah jadi pengalaman spiritual yang menyakitkan bagi orang lain. Karena kadang, hal paling etis dalam hidup ini bukan soal apa yang kita ucapkan, tapi soal bagaimana kita mengunyah.