![]() |
Ilustrasi Ki Hajar Dewantara | Ngauris |
Tanggal 2 Mei selalu dirayakan dengan penuh hormat, seragam rapi, upacara sakral, dan jargon-jargon pendidikan dengan ala twibbon. Tapi Ki Hajar Dewantara, tokoh yang lahir di tanggal ini, mungkin lagi ngopi di alam baka sambil bilang: “Ini semua kenapa jadi gini?”
Beliau itu dulu bangsawan. Tapi malah melepaskan gelarnya demi mendekat ke rakyat, dan bikin sistem pendidikan yang membebaskan. Bukan sekadar untuk naik kasta, tapi untuk membentuk manusia yang utuh, yang mikir, yang punya nurani, yang bisa membedakan mana sekolah dan mana penjajahan gaya baru.
Tapi sekarang? Pendidikan jadi kaya konten marketing. Ada “event Hardiknas”, tapi isinya lomba bikin video, upacara, dan ucapan selamat di Instagram pakai twibbon. Maknanya? Nggak tahu. Asal kelihatan meriah dan trending.
Ki Hajar Bikin Taman Siswa, Kita Bikin Taman Formalitas
Pendidikan menurut beliau adalah jalan memanusiakan manusia. Tapi kita sekarang malah menjadikan pendidikan sebagai jalan pintas ke dunia kerja. Bahkan kadang lebih mirip lintasan balap menuju ijazah.
Sekolah berubah jadi pabrik. Universitas berubah jadi biro jasa CV. Anak-anak dikasih template, bukan ruang berpikir. Salah itu dosa. Bertanya dianggap ngelawan. Lulus cepat lebih penting daripada tumbuh utuh.
Kita ngajarin anak-anak jadi patuh, bukan jadi peka. Jadi rajin absen, bukan rajin mikir. Pendidikan kita lebih takut pada nilai jelek daripada karakter buruk. Karena yang penting IPK tinggi, soal empati bisa nyusul (kalau sempat).
Belajar Jadi Komoditas, Manusia Jadi Produk
Kurikulum berubah terus, tapi jarang tanya: apa yang dibutuhkan manusia? Guru dibebani administrasi, murid dibebani ranking. Semua ikut lomba yang nggak jelas siapa panitianya: lomba mengejar angka.
Sekolah nggak lagi tempat kontemplasi, tapi tempat akreditasi. Universitas jadi jalur ekspres menuju ijazah, karena katanya kalau nggak punya ijazah, kita nggak laku di pasar. Padahal, sejak kapan pendidikan duduk satu meja sama kapitalisme?
Selamat Hari Pendidikan Nasional!
Semoga ini bukan sekadar tanggal merah dan konten nostalgia. Tapi jadi momen kita nanya bareng: “Pendidikan kita ini masih neken otak, atau udah masuk angin?”
Karena kalau pendidikan terus begini, jangan-jangan yang kita hasilkan bukan generasi pembelajar, tapi generasi pengumpul sertifikat.