Menurut Handoyo, salah satu indikator lemahnya fungsi pengawasan bisa dilihat dari banyaknya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap OPD di Kabupaten Pacitan, meskipun secara keseluruhan laporan keuangan daerah tetap mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
“Kalau mengacu temuan BPK, walaupun WTP, di hampir seluruh OPD itu jadi temuan BPK. Artinya, di sini pengawas internal berarti kan tidak maksimal dalam memberikan pembinaan,” ungkap Handoyo. (27/5/2025)
Ia menambahkan, meski sifat temuan tersebut mayoritas hanya administratif, tetap saja hal itu menunjukkan bahwa Inspektorat belum berhasil menjalankan perannya secara optimal.
“Hampir semua OPD jadi temuan BPK, walaupun sifatnya hanya administrasi. Tapi kan berarti Inspektorat ini tidak berhasil dalam mengawal internal,” tegasnya.
Dari situ, Handoyo mempertanyakan urgensi pembangunan fisik gedung baru, sementara aspek fundamental seperti kapasitas pengawasan dan pembinaan justru belum dibenahi. Baginya, yang lebih penting adalah penguatan SDM Inspektorat, bukan sekadar membangun kantor dua lantai.
Pernyataan ini semakin memperkuat suara-suara kritis yang muncul dari kalangan masyarakat sipil maupun internal DPRD sendiri. Dalam situasi ekonomi yang belum stabil dan banyaknya kebutuhan pembangunan yang mendesak, proyek-proyek bernuansa simbolik seperti pembangunan gedung dinilai kurang relevan jika tidak dibarengi dengan peningkatan kinerja nyata.
Tampaknya, polemik ini bukan hanya soal anggaran dan bangunan, tapi juga soal bagaimana sebuah lembaga pengawasan bisa benar-benar menjalankan fungsinya secara maksimal serta memastikan lembaga pengawas benar-benar punya taring, bukan cuma gedung bertingkat, tapi juga integritas yang kuat. (red)