![]() |
Nur Suhud (aktivis & politikus) |Kanal Youtube Lider Chanel TV |
“Di hampir di setiap pemerintahan kota itu selalu ada perda ketertiban umum. Perda ketertiban ini kan memberangus kelompok-kelompok miskin, umpamanya dilarang dagang di kaki lima segala macam, pengasong. Ini menurut saya ini logika sesat, bertentangan sama filsafat dan nilai-nilai dalam Pancasila,” ujar Nur Suhud.
Ia menyebut bahwa desain kota saat ini dirancang dengan mazhab kapitalistik yang mengabaikan kebutuhan masyarakat miskin. “Mestinya itu kita merancang kota, jalan-jalan di kota, tata kotanya itu mengabdi pada kepentingan seluruh masyarakat itu,” katanya.
Menurut Suhud, tidak ada alasan untuk mengusir PKL demi estetika. Justru harus ada ruas-ruas jalan yang dirancang khusus untuk keberadaan pedagang kaki lima agar warga bisa lalu lalang enak sambil bisa belanja.
Ia mempertanyakan logika pejabat daerah yang sering menyebut pengasong sebagai pengganggu lalu lintas. “Coba, sering dulu Pemda para pejabatnya tuh ngomong bahwa pengasong itu mengganggu lalu lintas. Nggak ada kaitannya, itu sangat terbalik cara berpikirnya,” tegasnya.
Justru menurutnya, para pengasong hadir di tengah jalan karena terjadi kemacetan, bukan penyebab utama kemacetan itu sendiri.
Lebih Lanjut, Suhud mengusulkan agar peraturan yang berkaitan dengan ketertiban umum direvisi. “Yang harus ada adalah perda perlindungan sosial. Ketertiban itu harus masuk salah satu bab di dalam Perda Kesejahteraan Sosial atau Perlindungan Sosial ini,” jelasnya.
Pernyataan paling menggetarkan datang ketika ia menyoal retorika estetika kota: “Masa orang-orang miskin disuruh mengabdi pada keindahan? Gila ini tingkatnya menurut saya.”
Baginya, ini bukan sekadar salah urus kota, tapi bentuk sesat pikir yang sudah menjadi sistemik. “Nah sesat pikir semacam ini yang tidak pernah dibongkar di negeri ini,” pungkasnya.
Sampai berita ini ditulis, belum ada pejabat yang menanggapi langsung pernyataan ini. Mungkin sedang sibuk menata taman, agar tetap indah, steril, dan bebas dari pedagang gorengan. (red)
Lebih Lanjut, Suhud mengusulkan agar peraturan yang berkaitan dengan ketertiban umum direvisi. “Yang harus ada adalah perda perlindungan sosial. Ketertiban itu harus masuk salah satu bab di dalam Perda Kesejahteraan Sosial atau Perlindungan Sosial ini,” jelasnya.
Pernyataan paling menggetarkan datang ketika ia menyoal retorika estetika kota: “Masa orang-orang miskin disuruh mengabdi pada keindahan? Gila ini tingkatnya menurut saya.”
Baginya, ini bukan sekadar salah urus kota, tapi bentuk sesat pikir yang sudah menjadi sistemik. “Nah sesat pikir semacam ini yang tidak pernah dibongkar di negeri ini,” pungkasnya.
Sampai berita ini ditulis, belum ada pejabat yang menanggapi langsung pernyataan ini. Mungkin sedang sibuk menata taman, agar tetap indah, steril, dan bebas dari pedagang gorengan. (red)