Dunia Terlalu Sibuk untuk Menghargai Tukang Tidur

Oleh: Redaksi |
Freepict
Di tengah dunia yang sibuk memuja kesibukan, tidur siang telah menjadi tindakan yang dicurigai. Orang yang tidur siang dianggap kurang motivasi, terlalu santai, atau sedang depresi. Padahal, kadang seseorang hanya ngantuk. Tapi dalam peradaban modern, rasa ngantuk pun harus dibenarkan secara ideologis, dengan alasan medis, psikologis, atau spiritual. Tidak boleh sembarang lelah. Harus ada justifikasinya.

Tidur siang, yang dulunya adalah bagian wajar dari hidup manusia tropis, kini menjadi simbol kemalasan. Di dunia yang mendorong kita untuk selalu online, aktif, produktif, dan mengisi waktu luang dengan hal-hal bermakna, tidur siang terlihat seperti pelanggaran terhadap moralitas kesibukan. Kalau kamu bilang, “Aku tidur siang tadi,” orang akan membalas dengan, “Wah, enak ya hidupmu,” dengan nada setengah mencibir, seolah kamu sedang melakukan kejahatan kelas menengah: menikmati hidup.

Tapi justru di situlah letak revolusinya. Tidur siang adalah bentuk perlawanan pasif terhadap tirani aktivitas. Ia menolak ide bahwa manusia hanya berharga kalau sedang sibuk. Ia mengafirmasi bahwa diam, rebah, dan tidak melakukan apa-apa juga bagian sah dari keberadaan. Tidur siang adalah protes yang lembut, tapi penuh makna: aku bukan mesin. Aku bukan algoritma. Aku bukan personal brand. Aku cuma manusia, yang kadang ngantuk habis makan siang.

Yang menarik, semakin lelah dunia ini, semakin dicurigai orang yang bisa tidur dengan tenang. Seolah tidur adalah kemewahan yang hanya boleh dinikmati oleh yang sudah “pantas”, orang sukses, ibu hamil, atau atlet. Sisanya harus kerja dulu. Harus stres dulu. Harus burnout dulu, baru boleh rehat. Padahal bisa jadi, justru tidur sianglah yang membuat kita tidak meledak. Tidur siang adalah ventilasi kesadaran, tempat di mana logika dunia ditunda sebentar agar tubuh bisa mengingat bahwa ia hidup.

Maka, jangan merasa bersalah kalau kamu tidur siang. Itu bukan tanda bahwa kamu malas, tapi tanda bahwa kamu masih waras. Di dunia yang gila karena terlalu bangga dengan multitasking, ketiduran di siang hari adalah bentuk kejujuran paling murni: bahwa tidak semua hal harus dijalani dengan mata terbuka dan dahi mengerut. Kadang, dunia bisa menunggu. Dan kamu boleh mimpi sebentar, sebelum kembali terbangun ke absurditas yang sama.
Baca artikel lainnya di BERANDA NGAURIS