![]() |
Buku Kiri & Iklan KPR, Mana yang Sebenarnya Subversif? |
Subversif, Katanya
Istilah “subversif” berasal dari bahasa Latin subvertere, artinya merobohkan dari bawah. Biasanya dipakai untuk menuduh seseorang atau sesuatu yang mencoba menggoyang sistem. Di Indonesia, label ini pernah dipakai seenaknya. Ada yang dituduh subversif hanya karena baca Pramoedya. Ada yang dianggap berbahaya karena punya poster Che Guevara. Sementara pelaku korupsi besar, penimbun lahan, atau pemilik utang triliunan malah diberi gelar pengusaha sukses dan jadi bintang tamu di seminar motivasi.Buku kiri, yang berisi kritik terhadap kapitalisme, eksploitasi buruh, atau wacana keadilan sosial, selalu dianggap ancaman. Padahal, paling banter buku itu hanya dibaca mahasiswa semester lima yang habis putus cinta dan sedang mencari makna hidup.
Tapi Iklan KPR? Aman
Mari bandingkan. Iklan KPR tidak pernah dilarang. Bahkan sering dibungkus dengan kata-kata manis: miliki rumah impian, cicilan ringan, promo bunga 0% enam bulan pertama (setelah itu terserah bank). Iklan semacam ini muncul di mana-mana, YouTube, TV, hingga stiker di tiang listrik.Padahal, secara substansi, iklan KPR itu jauh lebih radikal. Ia menanamkan gagasan bahwa rumah bukan lagi tempat tinggal, tapi investasi. Ia mengajari generasi muda bahwa hidup yang sukses adalah hidup dengan utang jangka panjang. Dan ia menciptakan ilusi bahwa semua orang bisa punya rumah, asal rela mencicil sampai anak lulus kuliah.
Jika Marx menyebut “komodifikasi” sebagai ciri utama kapitalisme, maka KPR adalah bentuk komodifikasi paling domestik. Rumah bukan lagi hak dasar, tapi target finansial. Tapi siapa yang berani menyebut iklan KPR sebagai subversif?
Ketakutan yang Salah Alamat
Negara sering takut pada buku kiri, karena katanya bisa menggoyang sistem. Tapi sistemnya memang butuh digoyang, kan? Sementara itu, negara tidak takut pada doktrin konsumtif yang datang dari pasar, iklan, promosi, kredit, cicilan, dan segala bentuk marketing yang menyusup hingga ke kamar tidur. Tidak takut karena doktrin itu mendukung sistem yang sedang jalan. Yang penting masyarakat tetap sibuk mengejar, tidak terlalu banyak bertanya.Padahal kalau mau jujur, membaca Das Kapital atau Manifesto Komunis belum tentu membuat orang langsung jadi revolusioner. Tapi melihat story teman yang baru ambil rumah di BSD bisa membuat seseorang langsung berpikir, “Ya Tuhan, umur segini belum punya apa-apa.” Lalu terjerumus ke pinjaman online.
Buku Kiri Tidak Pernah Menjual Utang
Itulah ironi terbesar. Buku kiri mengajak orang berpikir ulang: tentang kerja, waktu, harga, bahkan cinta. Tapi justru itu yang dianggap mengganggu. Sementara iklan yang menjual utang 20 tahun ke depan justru dianggap biasa. Bahkan dibanggakan. Seperti pencapaian hidup.Buku kiri tidak pernah menjanjikan reward point, cashback, atau free biaya notaris. Ia hanya memberi pertanyaan-pertanyaan menyebalkan seperti: kenapa kamu kerja dari jam 9 sampai 5, tapi tetap tidak bisa beli rumah? Kenapa negara lebih peduli sama investasi asing daripada kebutuhan dasar rakyatnya? Dan pertanyaan paling mengganggu: apakah semua ini masuk akal?
Yang Paling Subversif Mungkin Justru Pikiran Sendiri
Jadi, mungkin yang benar-benar subversif itu bukan isi buku kiri, tapi keberanian orang untuk membaca dan berpikir sendiri. Di zaman ketika opini dibentuk oleh konten bersponsor dan algoritma, tindakan paling radikal mungkin adalah membaca buku yang tidak direkomendasikan oleh YouTube.Dan mungkin, yang benar-benar perlu dicurigai bukan buku kiri di perpustakaan, tapi spanduk cicilan tanpa DP yang muncul di depan masjid setiap Jumat.