Mari kita mulai dengan pertanyaan absurd yang cukup berani: Tuhan punya selera humor nggak, sih? Kalau iya, berarti semua keanehan dunia ini, mungkin disengaja. Dan kalau enggak? Wah, bisa-bisa hidup ini cuma bug kosmik yang nggak ada yang mau tanggung jawab. Tapi tenang, tulisan ini bukan mau nistain, tapi ngajak mikir: mungkin Tuhan nggak selalu serius kayak yang kita bayangin.
Dunia Ini Terlalu Lucu untuk Tidak Disengaja
Coba perhatikan: manusia adalah satu-satunya makhluk yang bisa ketawa, sambil nangis. Kita bisa bikin teknologi canggih, tapi masih percaya bawa garam ke laut bisa bikin laut tenang. Kita punya logika, tapi juga suka nanya mantan lagi ngapain jam 3 pagi. Kalau ini semua bukan skenario komedi ilahi, terus apa?Bahkan dalam kitab-kitab suci pun, ada momen yang kalau dibaca pelan-pelan, rasanya kayak dark comedy. Nabi disuruh nunggu wahyu bertahun-tahun, umat manusia disuruh sabar padahal yang sabar biasanya kalah, dan tokoh-tokoh besar seringkali punya masa lalu yang, ehm, tidak lulus screening KUA.
Humor: Sifat Tuhan yang Jarang Dibahas
Dalam banyak teologi formal, Tuhan digambarkan sebagai maha segalanya, kecuali satu: maha lucu. Padahal, kalau kita percaya Tuhan itu lengkap, ya harusnya termasuk juga punya selera humor.Lagian, siapa yang pertama kali nemuin ide “kucing masuk kardus bisa jadi konten viral”? Atau “manusia bisa debat soal agama dengan emosi, lalu makan bareng di warteg tanpa canggung”? Mungkin, Tuhan sedang nonton semua ini sambil ngopi: “Hmm… episode manusia minggu ini agak drama, tapi lucu juga.”
Kita: Pemeran Utama Sitkom Kosmik?
Bayangkan dunia ini adalah sitcom Tuhan. Ada tokoh utama yang ambisius tapi selalu salah langkah. Ada yang sok suci, padahal nyolong sandal di masjid. Ada yang bilang “Tuhan tidak ada,” lalu bilang “Ya Tuhan!” pas naik motor hampir ditabrak truk.Apakah kita sadar, atau justru semakin lucu karena merasa serius?
Kenapa Ini Penting?
Karena kalau kita bisa menganggap bahwa mungkin, mungkin loh ya, Tuhan memang suka humor, maka kita bisa melihat penderitaan dengan cara yang sedikit lebih ringan. Bukan untuk mengabaikannya, tapi untuk bertahan. Untuk tetap tertawa, bahkan saat hidup sedang menertawakan kita.Mungkin Tuhan tidak tertawa karena mengejek. Tapi karena sayang. Seperti orang tua yang lihat anaknya ngotot masuk kardus dan bilang itu “rumah”.
Semesta Tertawa, Kita Ikut Ngakak
Jadi, apakah Tuhan punya selera humor? Kalau kita lihat cara dunia bekerja, dari ulat bulu yang bisa bikin orang histeris, sampai orang kaya yang takut miskin padahal saldo ATM-nya cukup buat beli pulau, jawabannya: kemungkinan besar, iya.Dan kalau kita memang bagian dari lelucon ilahi, mari kita pastikan: kita bukan cuma jadi punchline, tapi juga ikut menikmati tawa itu. Karena dalam dunia yang absurd, tertawa bisa jadi salah satu bentuk iman.