Apakah Adam Punya Pusar?

Oleh: Redaksi |

Bukan ilustrasi Adam, jadi nggak usah kebakaran jembut
Dalam sejarah panjang peradaban dan pertanyaan yang tidak penting tapi bikin penasaran, ada satu teka-teki eksistensial yang menggoda pikiran: apakah Adam punya pusar?

Pertanyaan ini mungkin terdengar konyol, tapi justru di situlah letak keseriusannya. Karena dari pusar, kita bisa menelusuri ulang siapa kita, dari mana kita, dan, yang lebih penting, apakah ciptaan Tuhan juga punya aksesoris default?

Pusar: Tanda Kebergantungan atau Estetika Tuhan?

Pusar, atau dalam bahasa sainsnya umbilicus, adalah bukti konkret bahwa manusia pernah bergantung pada manusia lain: ibunya. Ia adalah jejak biologis dari tali pusar, alat transportasi logistik yang menghubungkan janin dengan dunia melalui rahim.

Nah, kalau kita bicara Adam, makhluk pertama versi kitab suci, ia tidak punya ibu, tidak pernah dikandung, tidak pernah menyundul ketuban. Dia muncul begitu saja, langsung jadi manusia dewasa. Jadi dari mana pusarnya?

Secara teknis, Adam tidak butuh pusar. Tapi secara desain? Masa iya Tuhan menciptakan manusia pertama dengan perut yang polos dan licin, kayak manekin di etalase?

Bayangin kamu jadi Tuhan. Lagi bikin manusia pertama, detailnya udah oke: dua mata, dua tangan, satu mulut (tapi bisa bikin ribut sedunia). Terus pas bagian perut kamu mikir: “Hmm… kurang tengahnya nih.”

Lalu Tuhan menggambar pusar, bukan karena perlu, tapi (mungkin) karena estetika.

Apakah Tuhan Tukang Desain Minimalis?

Pusar mungkin bukan kebutuhan biologis bagi Adam, tapi bisa jadi kebutuhan eksistensial. Karena manusia itu makhluk yang absurd: kita butuh simbol, bahkan untuk sesuatu yang seharusnya fungsional.

Dengan pusar, Adam bisa merasa “seperti manusia lainnya”, yang belum ada, tapi akan diciptakan. Pusar adalah pengakuan bahwa kita pernah (dan akan terus) bergantung. Bahkan Adam, si manusia pertama, mungkin butuh simbol keterhubungan itu.

Teologi Pusar: Bukti Bahwa Kita Semua Terhubung

Pusar bukan sekadar bekas luka biologis. Ia adalah simbol universal dari keterhubungan, kebergantungan, dan kenangan akan awal mula. Tanpa pusar, Adam akan jadi makhluk soliter mutlak: tidak dilahirkan, tidak terhubung, tidak punya bekas luka kehidupan.

Tapi dengan pusar, Tuhan seolah berkata: “Kau bukan sekadar hasil ciptaan-Ku. Kau adalah bagian dari kisah yang akan terus bersambung.”

Dan bukankah itu esensi dari menjadi manusia? Punya bekas luka, punya jejak kebergantungan, dan punya alasan untuk bertanya pertanyaan yang absurd di tengah malam?

Jadi, apakah Adam punya pusar? Secara biologis: tidak. Secara estetis: kemungkinan besar iya. Secara eksistensial: sangat perlu. Karena bahkan manusia pertama pun butuh sesuatu untuk diisap waktu melamun.
Baca artikel lainnya di BERANDA NGAURIS