![]() |
Ilustrasi AI: Sartre & Foucault |
Di sebuah kafe estetik penuh quote Instagramable dan playlist jazz sok intelek, dua tokoh besar duduk berhadapan. Jean-Paul Sartre datang lebih dulu, menatap kosong ke arah barista sambil berpikir: “Apakah saya memilih kopi ini, atau kopi ini memilih saya?”
Tak lama kemudian, Michel Foucault datang. Botaknya mengilap oleh cahaya matahari sore. Ia memesan kopi dengan tenang, tapi menatap curiga ke CCTV di pojok ruangan. “Siapa yang sedang mengawasi sistem pemesanan kopi ini?” Gumamnya.
Mereka duduk, dan terjadilah debat paling absurd abad ini.
Sartre Menyerang - “Kita Bebas, Bung!”
Sartre: “Kau tahu, Bung Fou? manusia itu bebas. Bebas untuk memilih, menentukan arah hidup, dan membentuk dirinya sendiri. Bahkan ketika kau tidak memilih, kau sedang memilih. Itulah beban kebebasan. Kita adalah arsitek dari eksistensi kita.”
Foucault (menyesap espresso-nya): “Hmm. Tapi kebebasan macam apa yang kamu maksud? Kau bebas karena sistem memberimu pilihan. Tapi pilihan itu dibentuk oleh wacana yang dominan. Kamu tidak bebas dari norma, dari bahasa, dari kekuasaan yang tak terlihat.”
Sartre: “Tapi itu alasan. Alasan untuk lari dari tanggung jawab. Kau bisa sadar dan memilih untuk tak tunduk.”
Foucault: “Sadar pun adalah hasil konstruksi. Kau sadar karena ada struktur yang membentuk bagaimana ‘kesadaran’ itu harusnya bekerja. Kau bilang bebas, tapi kenapa pilihan-pilihan manusia terlihat seragam, membosankan, dan sangat bisa diprediksi?”
Sartre: “Karena mereka takut. Tapi bukan berarti mereka tak bisa bebas.”
Foucault: “Atau… karena mereka tidak sadar bahwa mereka sedang dijalankan oleh sistem?”
Foucault Membalas - “Kamu Diawasi, Bung”
Foucault: “Lihat kafe ini. CCTV, rating pelanggan, algoritma rekomendasi Spotify di speaker. Ini panoptikon. Kita dikondisikan untuk tampil sebaik mungkin karena mungkin sedang diawasi. Bahkan kamu, sok-sokan santai, tapi pasti mikir, apa pendapat orang tentang pilihan kopimu”
Sartre (merasa tersindir): “Ya… tapi tetap saja aku yang memilih untuk peduli atau tidak tentang pendapat orang. Itu otentik. Aku bukan korban sistem, aku adalah proyek yang sedang kukerjakan.”
Foucault: “Ya. Proyek yang bahan-bahannya diambil dari katalog budaya, norma, dan institusi. Kamu bikin puzzle, tapi potongan-potongannya disediakan supermarket wacana.”
Sartre (diam sejenak): “…anjing juga kau.”
Kesimpulan Tanpa Kesimpulan
Akhirnya, setelah tiga cangkir kopi dan dua kali refill air putih, mereka diam. Bukan karena setuju, tapi karena kenyang dengan pertanyaan.
Sartre menatap keluar jendela. Foucault membuka catatan kecil berisi jadwal seminar tentang seksualitas dan kekuasaan.
Sartre (pelan): “Mungkin kebebasan adalah menyadari bahwa kita bisa melawan sistem…”
Foucault: “Dan mungkin kesadaran itu adalah jebakan sistem yang lebih canggih.
Dan Kita?
Kita, para penonton di luar kaca, hidup di antara dua kutub itu: Mungkin kita adalah Sartre yang dikendalikan oleh Foucault. Atau Foucault yang sedang ngeles dari tanggung jawab Sartrean.
Yang jelas selama kamu masih mikir, masih curiga, dan masih bisa ketawa, kamu masih hidup di tengah absurditas ini.