![]() |
Sumber gambar: https://vt.tiktok.com/ZSroR5Mnm/ |
Ngauris.com, Pacitan – Jadi gini, ada yang viral dari SDN 2 Sudimoro di Pacitan. Bukan karena anak-anaknya jadi juara lomba atau temuan baru di dunia pendidikan, tapi karena salah satu guru di sana memutuskan untuk share karya anak-anak di media sosial sekolah. Dan, seperti yang sering terjadi, ini malah jadi bahan tertawaan banyak orang. Lah, kok bisa sih?
Jadi ceritanya, ada lomba menggambar dengan tema Kartini, yang seharusnya jadi momen edukatif tentang sejarah dan perjuangan. Tapi alih-alih jadi ajang untuk mengenal Kartini lebih dekat, lomba ini justru berakhir jadi ajang perundungan virtual. Kenapa? Karena hasil gambar anak-anak itu, mungkin dianggap nggak sesuai harapan, dan dijadikan bahan tertawaan di medsos. Nggak tanggung-tanggung, justru akun resmi sekolah yang share ini. Gimana nggak viral coba?
Nah, yang jadi masalah itu bukan soal gambarnya jelek atau lucu, tapi dampaknya buat anak-anak yang gambarnya dibagikan. Ini yang sering kita lupa, kita bisa ketawa-ketawa, tapi bayangin aja gimana rasanya jadi anak yang gambarnya jadi bahan ketawa publik. Mereka bisa merasa malu, tertekan, atau bahkan takut untuk berkarya lagi. Bayangin, kalau tiap kali anak-anak bikin sesuatu, yang mereka dapat malah tertawaan, bukan apresiasi. Itu namanya bukan pendidikan, itu bully!
Dan jangan sampai, guru yang seharusnya jadi panutan malah jadi ‘komedian’ yang nyorakin muridnya dari bangku penonton. Guru itu, kan, harusnya bisa ngangkat muridnya yang jatuh, bukan malah nambahin beban mental mereka. Gimana bisa anak-anak berkembang kalau tiap langkah mereka malah dijadikan bahan guyonan?
Kita juga harus tanya, nih, sama pihak sekolah dan dinas pendidikan Pacitan, apakah ini yang mereka anggap ‘pendidikan’? Apakah ini cara yang benar untuk memperingati Hari Kartini? Yang ada, malah jadi bahan ketawaan dunia maya. Gini loh, Kartini itu adalah simbol perjuangan perempuan. Seharusnya, momen ini dipakai untuk ngajarin anak-anak tentang pentingnya belajar dan menghargai sejarah, bukan untuk merendahkan mereka lewat konten viral yang nggak ada faedahnya.
Sekali lagi, ini bukan soal gambar atau ketawa-ketawa, ini soal karakter dan mental anak-anak. Mereka punya hak untuk merasa aman dan dihargai. Jangan sampai mereka takut berkarya lagi hanya karena karya mereka jadi bahan ketawa orang banyak. Harusnya, kita bisa lebih bijak dalam menggunakan media sosial, terutama kalau yang kita bagikan itu berkaitan dengan anak-anak. Pihak sekolah dan dinas pendidikan juga harusnya lebih peka soal dampak dari konten yang dibagikan.
Jadi, buat kita semua yang terlibat dalam dunia pendidikan, yuk lebih hati-hati dalam berbagi konten. Media sosial itu bisa jadi alat edukasi yang powerful, asal kita paham betul apa yang kita bagi itu punya dampak positif, bukan malah merusak mental anak-anak.
https://vt.tiktok.com/ZSroR5Mnm/