![]() |
Ilustrasi AI |
Di negeri ini, menulis kebenaran bisa bikin kamu viral. Tapi jangan senang dulu, kadang viralnya di tahlilan.
Kebebasan pers di Indonesia lagi-lagi terjerembab di lubang yang sama: intimidasi, ancaman, dan serangan terhadap jurnalis. Laporan terbaru dari Human Rights Watch (HRW) menyebutkan bahwa tekanan terhadap media makin intens. Jurnalis bukan cuma diawasi, tapi juga diintai, dibungkam, dan dalam beberapa kasus—di-ghosting oleh keadilan.
Kita ini negara demokrasi, katanya. Tapi kalau wartawan harus menulis sambil merunduk, atau kalau liputan investigasi disambut peluru, maka yang demokrasi cuma di surat suara. Di lapangan, suara wartawan bisa jadi suara terakhir sebelum dibungkam.
Masalahnya bukan hanya soal fisik, serangan itu bisa dalam bentuk digital: doxing, peretasan, hingga ancaman ke keluarga. Kayak nulis berita itu dosa turunan.
Fenomena ini makin brutal buat jurnalis lepas dan media alternatif. Mereka nggak punya backing, nggak punya kuasa iklan, dan kadang nggak punya BPJS. Mereka hanya punya idealisme dan… password email. Dan di negeri ini, idealisme lebih sering jadi alasan buat dibungkam ketimbang dibayar.
Pemerintah bilang, “Kami menjamin kebebasan pers.” Tapi ketika wartawan diintimidasi, pejabatnya malah ikut ngintip. Reaksi paling banter: “Akan kami tindak lanjuti.” Itu bahasa lain dari, “Tolong tunggu sambil kami lupakan kasusnya.”
Banyak kasus yang menggantung, kayak kaos basah dijemur pas mendung. Tidak tuntas, tidak juga mendingan.
Pers itu bukan buzzer bersertifikat. Tugasnya menggonggong kalau ada maling, bukan gendong pemilik rumah yang korup. Tapi kalau media terus ditekan, yang tersisa cuma infotainment dan sinetron politik. Kalau begini terus, jangan salahkan kalau generasi muda lebih percaya TikTok daripada berita.
Jurnalisme bukan pekerjaan biasa. Ini pekerjaan gila yang butuh nyali. Tapi justru karena itulah, kita semua punya tugas buat jagain mereka. Karena kalau yang jagain kebenaran dilenyapkan, sisanya cuma opini berbayar dan narasi yang dikurasi pemilik kuasa.
Salam dari dunia absurd. Teruslah menulis. Tapi kalau nulisnya terlalu jujur, jangan lupa pakai helm.