Panduan Tidak Berguna Vol. 1
Kamu capek jadi relevan? Capek ngikutin tren, update algoritma, dan nyari eksistensi dalam deretan konten yang isinya cuma orang joget atau debat micin?
Tenang. Ini panduan tidak berguna yang akan menuntunmu untuk menjadi tidak relevan secara strategis. Bukan sekadar gagal tampil, tapi sebuah bentuk perlawanan eksistensial yang terstruktur dan berfaedah untuk… yah, mungkin cuma kamu sendiri.
1. Hapus Semua Aplikasi Sosial Media—atau Pindah ke Friendster
Langkah pertama untuk tidak relevan: outdated. Kembalilah ke akar. Install Yahoo Messenger. Buka Multiply. Kalau bisa, balas chat orang pakai surat lewat Pos Indonesia. Perlahan-lahan dunia akan melupakanmu, dan kamu akan menemukan keheningan yang tak bisa disponsori oleh brand skincare.
2. Pelajari Ilmu yang Tidak Dipakai Lagi
Belajarlah Bahasa Latin, penghitungan logaritma manual, atau teknik membuat pesan pakai asap. Makin tidak aplikatif, makin hebat. Kamu bukan gagal update, kamu sedang menciptakan zamanmu sendiri, yang belum tentu akan tiba.
3. Tolak Semua Ajakan Reuni atau Zoom Meeting
Kamu tidak eksis di radar sosial. Kalau seseorang ingat kamu, itu karena benar-benar niat. Bukan karena algoritma. Kamu adalah hantu algoritmik, hadir tanpa dipanggil, dan pergi tanpa unfollow.
4. Tulis Blog Seperti Ini
Siapa yang mau baca blog di era short-video dan podcast? Kamu nulis panjang-panjang, penuh filsafat absurd, dan menyisipkan referensi yang cuma bisa dimengerti oleh orang yang insomnia sambil baca Kierkegaard. Dan kamu bangga. Karena kamu tidak menulis untuk ramai. Kamu menulis untuk yang tetap waras di tengah dunia yang terlalu sibuk.
5. Ingat: Tidak Relevan Itu Pilihan Estetik
Ini bukan sekadar menyerah. Ini adalah gaya hidup. Sebuah bentuk perlawanan. Kamu adalah lukisan monokrom di tengah feed yang penuh filter.
Penutup:
Kalau kamu merasa hidupmu tidak nyambung dengan tren, selamat. Kamu sudah setengah jalan menuju kebebasan. Sisanya tinggal dilengkapi dengan teh panas, playlist lo-fi, dan satu kalimat mantra:
“Aku tidak trending, maka aku damai.”