Adam, Lelaki Pertama yang Bingung Menghadapi Dunia & Perempuan

Oleh: Redaksi |
Ilustrasi AI

Adam adalah manusia pertama (setidaknya menurut agama abrahamik). Tapi bukan berarti dia manusia paling siap. Dia tidak punya orang tua untuk ditanya “gimana sih cara hidup yang bener?”, tidak punya YouTube tutorial, bahkan tidak punya cermin buat refleksi diri, secara harfiah dan spiritual.

Tuhan bilang: “Itu pohon. Jangan didekati, buahnya jangan dimakan ya.”

Adam hanya bisa ngangguk, karena belum mengerti konsep “bertanya”. Maklum, belum ada budaya diskusi waktu itu. Dan dalam diam itulah, sejarah manusia dimulai, dari kebingungan seorang lelaki yang tidak tahu harus apa.

Eva Datang, Masalah Muncul (dan Warna Hidup Juga)

Tiba-tiba, Adam tidak sendirian lagi. Muncul Eva, perempuan pertama, sosok yang membuat hidup Adam jadi merasa ribet tapi menarik.

Adam langsung kagum: “Wow, kamu dari rusukku? Tapi kok lebih pintar ya?”

Eva bertanya banyak hal, tentang pohon, tentang Tuhan, tentang pilihan. Dan untuk pertama kalinya, Adam merasa tidak punya jawaban, karena selama ini dia hanya nurut.

Dan ketika apel tergigit, Adam ikut tanpa tanya, tanpa debat, tanpa mikir dua kali. Karena cinta? Karena lapar? Atau karena takut ditinggal? Entahlah. Yang jelas, dari situ kita belajar bahwa keputusan besar dalam hidup laki-laki diambil dalam sunyi (sambil ikut-ikutan).

Dikeluarkan dari Surga, Masuk Dunia Nyata Tanpa Asuransi

Setelah itu, mereka dikeluarkan dari Eden. Dan Adam, si lelaki pertama, mendadak jadi manusia normal. Harus kerja, beranak-pinak, dan nanggung rasa bersalah sejarah umat manusia.

Tapi mari kita jujur sebentar. Adam bukanlah tokoh antagonis, dia bukan penjahat, dia cuma manusia yang terlalu awal ‘lahir’, terlalu dini disuruh taat, dan terlalu polos untuk mengerti sistem kekuasaan ilahi.

Adam dan Luka Warisan

Setelah kejadian itu, Adam harus membesarkan anak-anak yang bahkan saling bunuh. Dia melihat kekerasan pertama di dunia bukan di medan perang, tapi di dalam rumah tangganya sendiri. Dan mungkin, dalam sunyi, Adam bertanya: “Apakah ini semua salahku?”

Itulah luka warisan Adam. Bukan dosa, tapi rasa tidak tahu harus berbuat apa, dan kemudian dihukum karena ketidaktahuan itu.

Kita semua adalah Adam

Setiap kali kita merasa tidak siap menghadapi hidup, setiap kali kita diam dalam diskusi penting, karena belum paham apa yang sedang dibahas, setiap kali kita ikut-ikutan keputusan besar, lalu menyesal, ya, itu adalah Adam dalam diri kita

Dia bukan simbol kesalahan. Dia simbol keterbatasan manusia dalam menghadapi dunia yang terlalu cepat menuntut kepastian.

Adam tidak punya mentor, tidak punya literasi, tidak punya pilihan referensi hidup sehat. Tapi dari kesunyian itulah, kita semua belajar bahwa menjadi manusia bukan tentang selalu benar, tapi tentang jatuh, bingung, dan tetap bertahan.

Catatan dari Mimin

Tulisan ini sudah pernah nampang di Medium dan Substack.

Baca artikel lainnya di BERANDA NGAURIS